Kebutuhan Membangun Adab: Diskursus Pendidikan Islam
Oleh : Muhajir S.pd
“Muliakanlah anak-anakmu dan perbaikilah adab mereka”
“Muliakanlah anak-anakmu dan perbaikilah adab mereka”
(HR Ibn Majah)
Setidaknya ada tiga domain yang menjadi sasaran
pendidikan untuk diaktualisasikan dalam diri peserta didik, diantaranya
kognitif (wawasan keilmuan dan pola pikir), afektif (adab), dan psikomotorik
(keterampilan). Maka ukuran kegagalan pendidikan ketika ketiganya, secara
standar, belum terpenuhi dalam diri peserta didik.
Berkaitan dengan
tiga taksonomi di atas, bisa dikatakan pendidikan saat ini telah memberi
sumbangsi yang cukup besar dalam membentuk kemampuan kognitif dan psikomotorik
masyarakat. Di indonesia telah banyak orang-orang yang mempunyai wawasan dan
keterampilan di bidang tertentu berkat pergulatan intelektualnya dalam dunia
pendidikan. Namun fenomena orang-orang terdidik belakangan ini selalu saja
membuat kita menjadi miris. Sebab yang nampak cerdas dan ahli di mata kita
justru tak berbanding lurus dengan adab yang dimilikinya.
Sungguh para koruptor yang tengah mendekap di jeruji besi
atau yang belum tertangkap basah, tak sedikit di antaranya menyandang gelar
ahli, punya skill di bidangnya, dan
kemampuan kognitifnya mungkin memenuhi standar rata-tata. Tapi, prilaku
korupsinya mencerminkan mereka sebagai “produk gagal” dari institusi
pemndidikan. Model pendidikan kita hari ini belum cukup tangguh mencetak
generasi-generasi berakhlak dan beradab. Melalui fenomena yang mencemaskan di
banyak kalangan terdidik hari ini, menjadi penting buat pendidikan untuk
memperhatikan kembali pendidikan adab dalam kegiatan belajar mengajar.
Melirik Konsep Pendidikan Islam
Ketika pendidikan modern kian mengabaikan pembentukan
adab, dalam pendidikan ala islam, justru adab menjadi sesuatu yang begitu
subtansial. Mungkin, dalam usaha pembentukan wawasan keilmuan, islam tetap
sesuai dengan pendidikan modern. Sebab islam juga sangat menjunjung tinggi
ilmu. Bahkan Rasulullah Saw dalam hadisnya memberi perintah pada umatnya untuk
mencari ilmu walau sampai dinegeri Cina. Juga dalam hadisnya yang lain
Rasulullah bersabda “Menuntut Ilmu itu fardhu bagi
setiap muslim”
(HR. Ibn Majah). Bahkan jelas dalam Al-Quran, Allah sangat
memuliakan orang-orang yang berilmu (Lihat: QS, 2:269, 58:11).
Walaupun begitu, Islam sama sekali tak mengabaikan adab
sebagai ihwal yang mesti ditanamkan. Hal itu terlihat jelas pada hadis yang
diriwayatkan oleh Ibn Majah yang penulis
kutip di atas. Kata “perbaikilah adab mereka” adalah tuntutan untuk mendidik
adab setiap anak agar kelak memiliki ahlak yang terpuji. Artinya, salah satu
ciri pendidikan islam adalah pendidikan adab itu sendiri.
Inilah yang menjadi kekurangan pendidikan modern.
Sebenarnya pendidikan modern juga memiliki misi membangun adab, atau istilah
yang ia pakai adalah domain afektif. Namun dalam implementasinya, hanya memperteguh domain kognitif anak didik
sementara pendidikan adab sering kali dikesampingkan. Oleh karena adab selalu
saja dipinggirkan, akhirnya output
pendidikan modern sering kali menghasilkan manusia yang belakangan menjadi
orang-orang yang merusak tatanan bangsa melalui perilaku yang tak terpuji.
Sebenarnya, apa yang dimaksud sebagai adab? Dalam kamus
besar bahasa indonesia (KBBI), adab adalah kehalusan dan kebaikan budi pekerti,
kesopanan, akhlak. Dari pengertian tersebut, tak salah bila Rasulullah SAW
memerintahkan seluruh umat untuk memperbaiki adab. Sebab, dengan adab,
seseorang akan senangtiasa menjunung tinggi nilai moralitas di tengah-tengah
hidup bermasyarakat.
Begitu besarnya peranan adab
bagi kehidupan manusia, Prof.
Nauqib al-Attas, dalam konsep pendidikan Islamnya, bahkan menegaskan bahwa pendidikan Islam adalah proses internalisasi dan
penanaman adab pada diri manusia. Sehingga muatan substansial yang terjadi
dalam kegiatan pendidikan Islam adalah interaksi yang menanamkan adab. Bahkan al-Attas
menegaskan bahwa pengajaran dan proses mempelajari keterampilan
betapa pun ilmiahnya tidak dapat diartikan sebagai pendidikan jika
di dalamnya tidak ditanamkan adab.
Melalui pemikirannya tersebut, al-Attas menyebut
pendidikan islam sebagai ta’dib. kata
ta’dib, merupakan kata kalimat yang
berasal dari kata addaba
yang berarti memberi adab, atau mendidik. Karena Ta’dib
berasal dari kata addaba (adab), bukan berarti
mengesampingkan muatan ilmu. Sebab
menurut Al-Attas, pendidikan yang berkarakter islami adalah selalu
mempertautkan antara ilmu dan adab. Sebab menurutnya antara ilmu dan adab
adalah satu kesatuan yang utuh.
Perhatian yang besar terhadap adab tak hanya dilakukan
oleh Al-Attas. Namun al-Ghazali juga sangat memberi muatan yang besar terhadap
adab dalam konsep pendidikan islamnya. Bahkan Al-Ghazali menyatakan bahwa
proses pembelajaran dalam pendidikan tak hanya berurusan dengan internalisasi
nilai-nilai adab, namun juga dalam praktiknya harus bernuansa yang beradab.
Melalui konsep demikian, Al-Ghazali menekankan bahwa murid harus membersihkan
jiwanya dari ahlak yang tercela sebelum ia mulai belajar. Sebab menurutnya ilmu
tak akan terinternalisasi ketika jiwa dalam keadaan kotor.
Disamping itu, menurut Al-Ghazali, guru juga mesti
memperlihatkan sisi yang berahlak dalam melakukan pengajaran. Dalam hal ini,
nilai adab yang dimaksud ialah kasih sayang. Hal ini bertujuan agar terjalin
hubungan yang akrab antara guru dan murid. Ketika hubungan tersebut tercipta,
etos belajar murid pun kian tercipta.
Bila menilai sistem pendidikan modern, hubungan kasih
sayang guru-murid kian nihil. Sebab, sistem pembelajarannya terlampau
distingtif. Selalu ada jarak yang terbangun. Sebab sistem yang berlaku adalah
sistem subjek-objek, yakni guru mengambil peranan sebagai subjek sedangkan
murid selalu dipersepsi sebagai objek. Akibat hubungan yang hirarkis tersebut,
akhirnya guru selalu memperlakukan murid layaknya sebuah benda. Eksesnya, guru
seringkali bertindak kasar pada murid, baik itu kekerasan mental maupun fisik.
Refleksi
Sudah saatnya pendidikan modern lebih serius lagi
menyemai nilai adab dalam praktik pedagogik, juga pembelajaran adab mesti lebih
intens lagi untuk dilaksanakan. Di Indonesia telah lama dirintis pendidikan
karakter sebagai sistem edukasi yang berlandaskan penanaman adab pada murid.
Namun sayang belum terlampau serius dalam penggarapannya. Maka dengan penuh
harap pendidikan karakter yang telah dirintis itu jangan hanya sekadar idealitas
tanpa hasil, namun mesti di implementasikan dengan lebih giat lagi, agar output yang dihasilkan tak hanya
memiliki wawasan dan keterampilan, namun juga memiliki jiwa yang berbudi
pekerti.
---Muhajir---