Maulid dan Cinta Rasul di kampungku
Saya sengaja memakai baju berwarna tua supaya jelas pembeda saya dan bakul maulid yang penuh dengan warna-warni cerah. Hahaha
Maulid di kampung saya sudah menjadi hajatan yang setiap tahunnya kami laksanakan, seperti biasanya bakul berisikan telur dan songkolo menjadi penebar maulid cita rasa Nusantara. peringatan maulid dikampung saya Setiap kepala rumah tangga memiliki satu sampai lima bakul, satu bakul untuk dinikmati bersama satu anggota keluarga dan beberapa diantara diberikan kepada penitia maulid, untuk dibagikan ke masyarakat yang tak punya bakul yang tak sempat mebuat bakul dan jua diberikan kepada para kafilah Barazanji.
Ada yang unik dari peringatan maulid kami adalah bakul maulid yang dibuat dikumpulkan di masjid lalu panitia maulid menukar bakul kami dengan bakul warga yang lain, ibarat Kado ulang tahun kami saling tukar kado. Sehinggah jikalau acar sudah selesai masing-masing warga membawa pulang bakul hasil tukara lalu dibukanyalah dengan penuh rasa penasaran. Begitu meriah dan penuh dengan rasa kebersamaan karena mulai dari anak kecil, muda-mudi, dan orng tua memenuhi mesjid, untuk larut dalam hajatan memperingati hari kelahiran Junjungan baginda Nabi SAW.
Nah kalau sudah seperti ini masihkah ini bid’ah, lalu dholala, lalu finnar?, kalau saya beri pilihan bakul yg berisikan telur dan songkolo atau bid’ah?. Nah, untung saja kampung saya terbebas daripetaka kaum yang sedikit-sedikit Bid’ah. Ini patut kami syukuri.
Terlepas dari apa yang saya ceritrakan diatas dan selain dari songkolo dan terlur yang dibawa pulang, ada yang menarik dari hikmah maulid yang disampaikan oleh pak ustad. Bahwa maulid menjadi media untuk Pertama, peringatan maulid meciptakan ruang bersama untuk bergembira akan kelahiran Nabi sebagai Rahmat bagi seluruh semesta, sehinggah patutlah seorang merayakanya meskipun dengan peringatan yang sederhana.
Kedua, maulid adalah hajatan untuk memperkenalkan sosok baginda Nabi secara dini kepada anak-anak agar dari dini ia tahu siapa sosok yang mesti ia teladani, keempat, adalah menjadi ruang reflektif mengukur seberapa besar cinta kita kepada nabi dari hidup yang telah kita jalani, dari perkataan yang sering kita lontarkan dan dari tinkahlaku keseharian, masihkah ada kita sisipkan kecintaan kepada nabi dari semua itu?, dan kelima, momentum maulid adalah mementum meyapa keluarga, kerabat, teman, dan masyarakat dalam bingkai kebahagiaan atas kelahiran Nabi (silaturahmi).
Pak ustad jua menjelaskan pesan filosofis dari bakul. “dari bambu tempat telur tartancap yang mengajarkan tentang “abbulo sibatang” pesan luhur akan persatuan, dari songkolo yang memiliki sifat saling merekat pula pasan persatuan dan persaudaraan, dari telur yang bermakna kelahiran atau baruan, dan dari warna-warni cerah melekat pada bakul yang mengajarkan tentang keceriaaan dan kegembiraan”.
Boleh dikata bahwa momentum maulid adalah momentum menebar cinta, menbar nilai-nilai kebaikan. Nah kalau sudah seperti ini saya melemparkan untuk kedua kalinya pertanyaan yang sama, masihkah ini bid’ah, lalu dholala, lalu finnar?. Kalaupun jawabanya masih bid’ah dan finnar, maka biarlah kami finnar karena kecintaan kepada baginda Nabi SAW.
Lalu pulanglah saya ke Rumah mebawa bakul yang diberikan oleh panitia, sebagai hadiah karena telah ikut dalam kafilah Barazanji mendendangkan AL-Barazanji. jua Membawa banyak hikmah-hikmah maulid. ada kulihat nomentum ini ada senyum mekar dalam derita kerinduan. salam bagimu yaa Rasulullah..
Oleh : Ust.Ujhe S.pd M.pd
Maulid di kampung saya sudah menjadi hajatan yang setiap tahunnya kami laksanakan, seperti biasanya bakul berisikan telur dan songkolo menjadi penebar maulid cita rasa Nusantara. peringatan maulid dikampung saya Setiap kepala rumah tangga memiliki satu sampai lima bakul, satu bakul untuk dinikmati bersama satu anggota keluarga dan beberapa diantara diberikan kepada penitia maulid, untuk dibagikan ke masyarakat yang tak punya bakul yang tak sempat mebuat bakul dan jua diberikan kepada para kafilah Barazanji.
Ada yang unik dari peringatan maulid kami adalah bakul maulid yang dibuat dikumpulkan di masjid lalu panitia maulid menukar bakul kami dengan bakul warga yang lain, ibarat Kado ulang tahun kami saling tukar kado. Sehinggah jikalau acar sudah selesai masing-masing warga membawa pulang bakul hasil tukara lalu dibukanyalah dengan penuh rasa penasaran. Begitu meriah dan penuh dengan rasa kebersamaan karena mulai dari anak kecil, muda-mudi, dan orng tua memenuhi mesjid, untuk larut dalam hajatan memperingati hari kelahiran Junjungan baginda Nabi SAW.
Nah kalau sudah seperti ini masihkah ini bid’ah, lalu dholala, lalu finnar?, kalau saya beri pilihan bakul yg berisikan telur dan songkolo atau bid’ah?. Nah, untung saja kampung saya terbebas daripetaka kaum yang sedikit-sedikit Bid’ah. Ini patut kami syukuri.
Terlepas dari apa yang saya ceritrakan diatas dan selain dari songkolo dan terlur yang dibawa pulang, ada yang menarik dari hikmah maulid yang disampaikan oleh pak ustad. Bahwa maulid menjadi media untuk Pertama, peringatan maulid meciptakan ruang bersama untuk bergembira akan kelahiran Nabi sebagai Rahmat bagi seluruh semesta, sehinggah patutlah seorang merayakanya meskipun dengan peringatan yang sederhana.
Kedua, maulid adalah hajatan untuk memperkenalkan sosok baginda Nabi secara dini kepada anak-anak agar dari dini ia tahu siapa sosok yang mesti ia teladani, keempat, adalah menjadi ruang reflektif mengukur seberapa besar cinta kita kepada nabi dari hidup yang telah kita jalani, dari perkataan yang sering kita lontarkan dan dari tinkahlaku keseharian, masihkah ada kita sisipkan kecintaan kepada nabi dari semua itu?, dan kelima, momentum maulid adalah mementum meyapa keluarga, kerabat, teman, dan masyarakat dalam bingkai kebahagiaan atas kelahiran Nabi (silaturahmi).
Pak ustad jua menjelaskan pesan filosofis dari bakul. “dari bambu tempat telur tartancap yang mengajarkan tentang “abbulo sibatang” pesan luhur akan persatuan, dari songkolo yang memiliki sifat saling merekat pula pasan persatuan dan persaudaraan, dari telur yang bermakna kelahiran atau baruan, dan dari warna-warni cerah melekat pada bakul yang mengajarkan tentang keceriaaan dan kegembiraan”.
Boleh dikata bahwa momentum maulid adalah momentum menebar cinta, menbar nilai-nilai kebaikan. Nah kalau sudah seperti ini saya melemparkan untuk kedua kalinya pertanyaan yang sama, masihkah ini bid’ah, lalu dholala, lalu finnar?. Kalaupun jawabanya masih bid’ah dan finnar, maka biarlah kami finnar karena kecintaan kepada baginda Nabi SAW.
Lalu pulanglah saya ke Rumah mebawa bakul yang diberikan oleh panitia, sebagai hadiah karena telah ikut dalam kafilah Barazanji mendendangkan AL-Barazanji. jua Membawa banyak hikmah-hikmah maulid. ada kulihat nomentum ini ada senyum mekar dalam derita kerinduan. salam bagimu yaa Rasulullah..
Oleh : Ust.Ujhe S.pd M.pd