KOMUNIKASI POLITIK; PEMASARAN POLITIK VS PENJUALAN POLITIK oleh: Ahmad Syawqi S.Sos.Msos.I

 


Dulu sewaktu S1 di Sospol UVRI, komunikasi Politik merupakan salah satu sub tema dari mata kuliah komunikasi yang bagi saya cukup mengesankan, karena dengannya saya mengerti aspek epistimologis dari berpolitik itu. Sebagai bagian dari epistimologi politik,  komunikasi politik atau komunikasi pemasaran politik menjadi pengetahuan yang sangat prinsip dipahami bagi seseorang yang ingin terjun kekancah politik ataupun menjadi konsultan politik. Inilah satu dari sekian mata kuliah yang cukup berbekas di benak saya karena hal tersebut menginduksi pengetahuan saya tentang cara orang dalam berpolitik yang pada akhirnya membimbing saya didunia konsultan politik.

Kali ini saya akan bercerita kepada pembaca tentang apa itu komunikasi pemasaran politik dan bagaimana komunikasi pemasaran politik itu berubah dan tereduksi menjadi komunikasi penjualan politik yang mengubah wajah politik di negeri tercinta kita ini.

Baca Juga Sebuah Esai Untuk Hari Filsafat Internasional

Dalam falsafah komunikasi pemasaran politik; pemilik kedaulatan bukan rakyat dan bukan pemerintah, pemilik kedaulatan adalah “Berita”. Komunikasi pemasaran politik menjadi alat yang sangat diandalkan oleh para politisi untuk mencapai tujuan politik mereka. Bagi pendatang baru (new Comer), komunikasi digunakan untuk mendapatkan kekuasaan; bagi petahana (incumbent) komunikasi dipakai untuk mempertahankan kekuasaan; sedangkan bagi oposisi (combatant) komunikasi dimanfaatkan untuk mengkritik dan menyerang penyelenggara kekuasaan. Beragam cara dan bentuk-bentuk komunikasi akan digunakan, baik dengan pendekatan dengan Bahasa yang halus dan memikat (Soft Sell) hingga memakai pendekatan agresif dan emosional (Hard Sell) untuk menjual dirinya ditengah pasar politik. Semua itu dilakukan karena mengingat ketatnya persaingan dalam setiap pemilihan, maka setiap kandidat akan berupaya menjadikan dirinya sebagai figure yang paling layak dipilih.  Sayangnya ekspose mengenai track record para kandidat yang tampil tersebut sering tidak berimbang, karena hanya sisi positifnya saja yang lebih banyak diangkat sehingga para pemilih tidak pernah tahu dan mau mencari tahu lagi hal lain agar informasi yang dimilikinya dapat berimbang.

Mungkin dengan pemaparan saya diatas tadi membuat kita berpikir, bagaimana kira-kira jika semua publis komunikasi pemasaran tersebut dikelola oleh konsultan politik piawai dan menghadirkan informasi kebohongan yang dikemasnya dalam keterampilan rekayasa dan manipulasi sehingga orang lain dapat percaya apa yang dia sendiri tidak percaya. Saya cuma berandai karena saya yakin bahwa selama mereka para politisi dan konsultan politik itu seorang Mukmin tidak mungkin mereka berbohong,  karena Nabi Muhammad Saww pernah ditanya sahabatnya, “Mungkinkah seorang Mukmin berzina?” Beliau menjawab, “Mungkin saja sekali-sekali.” Beliau ditanya lagi, “Mungkinkah seorang Mukmin berbohong?” Beliau berkata, “Tidak mungkin.” Kemudian Nabi Saww membaca ayat al-Qur’an berikut ini: Sesungguhnya yang berbuat kebohongan hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta.(QS.16:105 – ad-Durr al Mantsur, jilid 4 h.131 – Halaman Akhir 2: Dr. Jalaluddin Rakhmat, h.118-119). Dan Nabi Saww pernah bersabda, “ Pengkhianatan yang paling besar adalah engkau menyampaikan informasi kepada saudaramu yang mereka benarkan, padahal engkau sendiri berdusta”( Bukhari dan Abu Daud).

Saya melanjutkan cerita tentang praktik komunikasi pemasaran politik dengan sekelumit hiruk pikuk atau tepatnya saya sebut huru-hara yang mewarnainya dan bukan tanpa sebab, karena pasar bebas (free market economi- free market of politic) menuntun para konsumen peminatnya (masyarakat)  untuk bebas memilih apapun dalam berbagai kegiatan komunikasi pemasaran termasuk pemasaran politik melalui beragam media. Dalam situasi seperti ini tentu hanya lembaga , pejabat dan kandidat politik yang dikenal oleh khalayak dan akan dapat memperoleh dukungan suara ataupun opini public. Perkembangan media yang  “dahsyat nasuha” sangat membantu para politisi dalam upaya melakukan komunikasi pemasaran politik mereka. Mulai dari leaflet, booklet, banner, spanduk, baligho, media massa, special even hingga media baru; internet bahkan media tradisional berupa komunikasi interpersonalpun tak luput dari jangkauan mereka. Sehingga kegiatan komunikasi pemasaran politik sudah memakai cara pemasaran komersial dalam merencanakan kegiatannya untuk bersesuaian dengan teori dan konsep pemasaran komersial dimana mereka memikirkan bentuk perencanaan yang mencakup asas keterjangkauan dan ketercakupan agar seluruh populasi khalayak dapat tersentuh oleh informasi komunikasi tersebut.    

Hari ini para politisi sudah banyak dibantu oleh konsultan politik dalam merancang pemasaran politiknya dengan pendekatan komunikasi pemasaran politik terpadu. Pendekatan ini sudah lintas fungsi guna menciptakan dan memperbaiki hubungan yang menguntungkan dengan para pelanggan dan stakeholder lainnya melalui pengendalian secara strategis seluruh pesan politis yang dikirimkannya dan memperkuatnya dengan dukungan data yang berguna bagi mereka. Seperti itulah cara utama yang dilakukan dalam melakukan hubungan dengan para konstituen. Menciptakan brand diri dan takeline yang differensial unik  untuk membangun loyalitas yang akan menumbuhkan militansi gerakan para pendukung untuk mau memilihnya kelak pada pemilu.  

Kata Harold D.Lasswell, politik itu siapa mendapatkan apa, kapan dan dengan cara bagaimana. Makanya produk politik bukan hadiah kepada kontituen, melainkan janji yang perwujudan janji itu adalah soal kebelakangan. Sebuah bentuk manipulasi kesadaran massa yang dengan hanya menonjolkan jati diri figure yang didukung takeline yang memabukkan dapat mengalahkan isu visi misi yang rasional. Apa sebenarnya produk politik itu?  Produk politik itu adalah kepemimpinan, anggota parlemen, kekuasaan, profesionalis, symbol, aturan formal, kegiatan dan manifesto.  Dimata konsultan politik semua itu akan dikemas layaknya pemasaran sebuah produk komersial. Mulai dengan  menggunakan  pendekatan klasik yang berupaya membranding figure dengan segala macam rupa agar dapat diterima oleh public (Product Oriented party), hingga pendekatan modern yang mengutamakan keinginan public terhadap kandidat (marketin oriented party).

Kunci kemenangan pendampingan politik yang dilakukan oleh d’majoor Indonesia salah satu diantaranya adalah menggabungkan metode marketing politik dengan pendekatan klasik dan modern secara apik. Mulai dari mendesain produk politik agar khalayak dapat menerima sesuai dengan nilai dan norma yang diyakininya sehingga  dapat mengubah apa yang ada dibenak khalayak saat itu  sampai pada langkah-langkah menciptakan penyampaian pesan dan produk-produk politik yang memang betul dikehendaki oleh khalayak. di d'majoor Indonesia ada pola yang paling mendasar dari setiap kegiatan pendampingan politik kandidat yang dilakukan; yakni survey identifikasi. Survey ini adalah marketing intelegence yang bertujuan mengetahui perilaku khalayak, keinginan, kebutuhan, prioritas, harapan dan figuritas yang lahir dari khalayak, mulai dari tingkat komunitas terkecil hingga khalayak komunitas terluas. Seluruh produk politik yang ada dalam persepsi masyarakat digali melaui berbagai bentuk dan teknik pengumpulan data primer dalam survey identifikasi ini, sehingga melahirkan data intelegence yang sangat akurat. Berdasarkan data inilah pemasaran dan strategi produk politik dalam bentuk figur kandidat dirumuskan seluruh tahapan-tahapan strategiknya, agar diharapkan dapat fokus, efesien dan efektif.   (bersambung)

Popular posts from this blog

Education Plus Cyber Charter School: Empowering Students for the Future

How to Abbreviate Bachelor Degree, Bachelor's Degree on Resume, and More: A Comprehensive Guide

Bachelor's Degree Abbreviation for Business: Exploring BBA and Beyond